Renungan Milad 2 tahun TBZ Journalism

17.05 Panitia TBZ 0 Comments


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Salam silaturrahim saya haturkam. Puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, tak lupa kita ucapkan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah pada junjungan kita nabi Muhammad SAW.

0 comments:

72 Tahun Indonesia

02.32 Panitia TBZ 0 Comments



"Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri."
I.R.Soekarno,Presiden 1 RI
Sebuah makna yang amat kompleks untuk dipahami dari untaian kata-kata bung Karno, namun serasa lebih mudah dipahami bila melihat berbagai peristiwa yang telah maupun yang tengah terjadi di negeri ini. Barang tentu akan terasa menggelikan bila melihat kutipan tersebut dengan menengok realita yang ada saat ini. Apalagi dengan melihat secara kuantitas umat muslim terbesar di dunia, sudut pandang akal manusia pasti berkata, “harusnya bangsa ini lebih makmur daripada bangsa x yang non muslim, yang harusnya lebih maju,sejahtera,dan yang inilah itulah”, dan masih banyak lagi.
Padahal dengan tegas bahwa dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirma  yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri” *. Menegaskan bahwa Islam menghargai perjuangan, karena di dalamnya terdapat nilai usaha. Karena dari sanalah berbagai gagasan muncul, beragam inovasi tercipta, dan berkobarnya semangat beramal serta masih banyak lagi hal-hal positif lainnya. Meskipun memang hal tersebut tidak merubah ketetapan Allah SWT. melainkan untuk mencapai keridhaan-Nya.
 Dan masih di ayat yang sama dalam kelanjutan artinya adalah, “Dan apabila Allah menghendaki keburukan suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. Setelah sekian lama perjuangan dilalui, 72 tahun lamanya ini semoga bukan berujung kepada suatu kehinaan yang nyata. Sebuah kehinaan yang mengantarkan kepada kesia-siaan, akibat nafsu yang tak pernah terpuaskan, sehingga hati,pendengaran, dan penglihatannya telah tertutup. Naudzubillahi min dzalik.
Maka jangan sampai aliran doa terputus untuk bangsa dan umat ini, dan jangan sampai kesombongan menguasai diri kita sehingga menggugurkan nilai perjuangan 72 tahun bangsa ini, sebagaimana api nenghanguskan jerami. Ditegaskan dalam firman-Nya yang artinya, “Pada hari itu banyak wajah yang tertunduk terhina. (karena)bekerja keras lagi kepayahan. Mereka memasuki api yang sangat panas” **. Sebuah muqaddimah memaknai sebuah kemerdekaan dengan bermuhasabah menuju revolusi mental menghadapi zaman yang wallahu a’lam akan sebaik atau seburuk apa nantinya.
            Dikisahkan bahwasanya Usman bin Mazh’um r.a di tengah-tengah kaum muslim yang tersiksa. Dia di dalam lindungan Al-Walid bin Al-Mughirah, seorang pemuka Quraisy, dia aman terhadap dirinya dan hartanya karena perlindungan itu. Akan tetapi fenomena penyiksaan menyayat dan melukai hati Usman. Dia ingin merasakan penderitaan seperti saudara-saudaranya, dengan segala perasaan yang dibawa oleh mukmin yang sebenarnya.
            Usman r.a berbisik dalam hatinya bahwa dirinya berada dalam kondisi yang aman berkat perlindungan dari seorang kafir sedangkan saudara dan keluarganya berada dalam penyiksaan yang justru fisabilillah. Dia menganggap bahwa sebuah kekurangan besar dalam dirinya yang masih bergantung pada manusia dan tidak mau berkorban pada pencipta-Nya, hanya karena dia tidak ikut merasakan siksaan yang dialami mereka.
            Lalu Usman menghadap Al-Walid bin Al-Mughirah untuk mencabut perlindungan atas dirinya. Setelah melalui berbagai perundingan, akhirnya mereka berdua pergi ke masjid untuk mengumumkan perihal pencabutan perlindungannya dari Al-Walid. Begitu Usman mengembalikan perlindungan Al-Walid kepadanya, langsung datang seorang musyrik dan menonjok matanya sehingga menjadi lebam, sementara Al-Walid berdiri melihat di dekatnya.
            Ketika dikatakan kepada Usman bahwa matanya takkan mengalami seperti itu bila berada dalam perlindungannya yang kokoh, dia menjawab “Demi Allah, mataku yang sehat ingin merasakan apa yang dirasakan saudaranya karena Allah, dan sesungguhnya diriku berada dalam lindungan yang lebih mulia dan lebih berkuasa daripada dirimu wahai Abu Abdi Syams”.
            Namanya adalah Usman bin Mazh’um, sebuah hikmah pelajaran dalam memaknai kemerdekaan. Pertama, sebuah kemerdekaan dalam arti yang lebih mendalam. Dia menjual raganya untuk mendapat kemenangan abadi, pengorbanan yang tidak bisa dibayar oleh materi duniawi, dia berhasil mengalahkan nafsu dan egonya, dia merdeka dari belenggu syaithan. Kemerdekaan yang apabila dilihat dari segi kacamata akal manusia tak bernilai, tetapi bernilai lebih disisi Allah SWT.
Kedua, berkaca dari kisah tersebut seakan tak luput dari perhatian kita, bagaimana nasib saudara kita di Palestina. Maka cara kita memainkan peran Usman disisni adalah dengan memaksimalkan mungkin hal positif dan meminimalisir hal negatif mulai dari diri sendiri. Mengapa demikian? Karena pondasi kita masih lemah, mereka (para thaghut) takut kepada kita yang bersatu padu memiliki pondasi yang kokoh yakni ketaqwaan dan keimanan dengan berjalan serentak. Membangun pondasi ideal dimulai dari diri sendiri.
Ketiga, dari Usman kita belajar bagaimana memegang prinsip. Berpegang teguh pada pendirian meskipun diterpa cobaan berat. Semangat NKRI ini yang perlahan agaknya mulai meredup coba kita nyalakan kembali setelah merenungi kisah dari Usman tersebut. Berkat menyaksikan bagaimana saudaranya yang mati-matian mempertahankan aqidahnya, akhirnya terdorong juga dirinya untuk bertransformasi. Maka dengan melihat, membaca, mencari, dan menghargai nilai-nilai keluhuran bangsa ini yang telah diperjuangkan yang tentunya tak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah, maka takkan terbesit rasa ragu untuk membela tanah air ini.

0 comments: