Peduli dengan Cara yang Lebih Bersahaja

05.24 Panitia TBZ 0 Comments



Senin, 21 November 2022 pukul 12.21 WIB gempa tektonik mengguncang Jawa Barat. Dengan kekuatan 5,6 SR berpusat gempa di barat daya Kabupaten Cianjur. Tak hanya sekali, selepas itu terus berulang gempa susulan dengan kekuatan yang bervariasi. Hingga update terakhir MDMC pada tanggal 27 November, setidaknya 318 jiwa meninggal dunia, 2042 jiwa luka-luka, dan 61902 jiwa terpaksa harus mengungsi mencari perlindungan.

Merespon bencana yang terjadi, aksi galang dana di berbagai daerah mulai di galakkan. Berbagai elemen dari banyak latar belakang bahkan tak pandang usia turut berkontribusi untuk membantu sesama yang menjadi penyintas musibah kali ini. Namun, ada sebuah artikel lama dari platform berita lokal Medan yang kembali diangkat di kalangan internal Muhammadiyah. Artikel itu berjudul “Muhammadiyah Larang Kader Minta Sumbangan di Jalan”.

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Medan memang telah mengeluarkan maklumat tersebut sejak Februari 2021 lalu. Para pimpinan melarang para kader dan ortom untuk meminta sumbangan di jalan dengan mengatasnamakan Muhammadiyah dan Organisasi. Dalam wawancara pada ketua PDM, beliau menyampaikan bahwa keputusan ini diambil untuk menyamakan persepsi tentang adab dalam penggalangan dana atau sumbangan dalam Muhammadiyah.

Sejalan dengan artikel tersebut, penulis teringan ketika masih menduduki bangku kelas 1 Aliyah beberapa tahun lalu. Saat itu, satu angkatan melakukan aksi galang dana untuk sebuah bencana. Sebagaimana santri pada umumnya, kami lakukan galang dana di akhir pekan pembelajaran, yaitu di hari Kamis. Dan malam harinya, di asrama kami hitung dana yang terkumpul untuk segera disalurkan pada yang memiliki haknya.  Kurang lebih 24 juta rupiah terkumpul dalam waktu yang tak lama.

Yang menarik, keesokan harinya ketika melaksanakan sholat Jum’at di Masjid Gedhe Yogyakarta. Sebelum khutbah dimulai, takmir menyampaikan perolehan infak pekan sebelumnya. Dalam pengumuman tersebut, disampaikan bahwa nominal yang diperoleh sebesar -+ 24 juta rupiah pula. Selain itu, disampaikan pula bahwa perolehan infak pekan itu sepenuhnya akan disalurkan pada korban bencana.

Sejak saat itu terbersit dalam benak bahwa galang dana di tengah jalan memang sudah selayaknya dikurangi. Sebagai umat muslim, kita memiliki tempat ibadah untuk menggalang dana dengan lebih terstruktur. Selain itu, melalui tempat kerja, sekolah, bahkan internal organisasi juga dapat dimaksimalkan penggalangan dana dengan lebih transparan dan penuh pertanggungjawaban. Ketimbang di jalan yang terkadang tak jelas siapa yang menyelenggarakan dan melalui siapa bantuan itu akan disalurkan.

Pasalnya, kala itu kami pun galang dana di tengah cuaca yang kurang bersahabat pula. Hujan deras terjadi menjelang petang. Banyak di antara para santri yang merelakan hujan-hujanan untuk tetap berdiri di perempatan membawa kotak bertuliskan bantuan. Akibatnya, tak sedikit pula keesokan harinya yang mengalami demam hingga harus mengganggu aktivitas pembelajaran.

Berkaca pada internal Persyarikatan Muhammadiyah, koordinasi antara masjid dengan pimpinan bisa dibilang cukup baik. Apalagi antar majelis, lembaga, dan amal usaha. Melalui MDMC sebagai garda terdepan dalam membantu penyintas bencana, Muhammadiyah telah terbukti kualitas dan keseriusannya. Namun dalam hal galang dana, mari bersama kita koreksi dan tingkatkan dengan cara yang semestinya.

Lazismu sebagai lembaga penyalur bantuan telah terbukti kinerja dan transparansinya. Saatnya para kader dari berbagai elemen juga turut berbenah memaksimalkan perannya. IPM dapat menggalang dana di internal sekolah dengan cara yang elegan dan sederhana. Ntah dengan lelang karya dan berbagai kreativitas lainnya untuk disalurkan sepenuhnya hasilnya bagi yang membutuhkan.

Begitu pula dengan IMM. Seperti yang dilakukan salah satu komisariat IMM di Surabaya beberapa waktu lalu, mereka mengadakan nonton bareng film karya mereka untuk galang dana. Memaksimalkan potensi pelajar dan mahasiswa dengan bakatnya jauh lebih berkelas. Ketimbang harus memforsir tubuhnya untuk turun ke jalan beradu dengan terik matahari dan derasnya hujan menaruhkan kesehatan.

Melalui masjid-masjid yang ada, bisa dimaksimalkan pula infak-infaknya. Seperti yang terjadi di Masjid Gedhe dalam ulasan sebelumnya, bila itu dapat diwujudkan pastilah akan lebih bermartabat cara kita membantu sesama. Terlebih, masjidlah pusat berkumpulnya umat muslim seharusnya. Manajemen masjid pun telah ada dan tak perlu membuat panitia baru untuk mengerjakannya.

Di tengah amal usaha juga sama. Dalam satu kantor dapat dilakukan galang dana yang kemudian disalurkan melalui Lazismu sebagai perantara. Dengan memperkecil cakupan galang dana justru lebih baik pertanggungjawabannya. Saling mengenal siapa relawannya, bagaimana proses perhitungannya, dan kepada siapa dana yang terkumpul disalurkan untuk diberikan pada yang membutuhkan seharusnya.

Seperti penutup artikel tentang PDM Medan tadi, disebutkan bahwa apa bedanya kita dengan pengemis bila demikian? Hanya berseragam atau tidak saja. Terkadang, cara kita membantu sesama juga perlu diperhatikan. Mereka memang membutuhkan, tapi harga diri mereka juga perlu kita jaga. Pakailah cara yang lebih bersahaja untuk membantu mereka. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat menginspirasi dan menjadi suluh perbaikan dalam memaksimalkan kepedulian kita pada sesama.

You Might Also Like

0 comments: