Gadis itu Bernama Fitria

00.48 Panitia TBZ 0 Comments

Oleh : Keytsar Azzadin Niro Sampoerna


    Gadis itu, entah kenapa aku menyukainya. Setiap berada di dekatnya, aku merasa nyaman dan mungkin aku bisa merasakan cinta. Halah........umurku yang baru 13 tahun saat itu mana mungkin bisa merasakan cinta? Itu kan Cuma perasaan, bukan, bukan cinta, lebih tepatnya perasaan suka. Namun, itu telah berlalu selama 2 tahun!! Waktu terasa sangat cepat berlalu. Kejadian itu bermula saat ayahku memulai perbincangan saat liburan panjang di bulan Ramadhan.
“Mas Mansur, daripada kamu liburan cuma bengong-bengong gak jelas dan bosan, mending ikutan pesantren kilat aja gih di Darul Arqom Karawang. Pengurusnya nanti dari PD IPM sana,” Ucap ayahku yang sedang menyetir mobil.
“Gak usah yah, nanti dirumah aku main sama siapa?” Celetuk adikku yang baru berumur 8 tahun.
“Gapapa, nanti mas Mansur kan Cuma pergi 3 hari 2 malam.” Jawab ayahku dengan wajah meledek adekku.
“Ih.......aku kan mau main sama mas Mansur.” Ucap adikku dengan wajah memelas dan ingin menangis.
“Adek cengeng.....gitu aja nangis. Kan mas Mansur perginya gak jauh-jauh amat. Lagipula biar dia dapet ilmu juga disini, ya kan mas?” Jawab ayahku yang tiba-tiba bertanya padaku tentang idenya.
“Kalo mas sih, gapapa. Daripada disini gak ada pengalaman baru? Lagipula mas Mansur juga butuh kegiatan di liburan ini yang nantinya bakalan mas tulis di buku kegiatan Ramadhan.” Ucapku sembari meyakinkan ide ayahku. Sebenarnya, aku juga malas mengikuti kegiatan seperti ini. Menurutku acara  di Muallimin lebih seru dan hebat, namun apa salahnya mencoba?
“Yaudah, nanti malam kamu persiapkan kebutuhanmu selama 3 hari disana. Dimulai dari pakaian, gelas, piring dan Al-Qur’an jangan lupa! Untuk alat tulis nanti kamu dikasih dari sana.” Ucap ayahku yang masih menyetir mobil.
“Iya.” Jawabku.
“Besok kamu dianter tante Ana, karena ayah mau ada sidang di Jakarta. Acara dimulai jam 1 siang. Besok kamu langsung ketemu aja sama mas Cecep. Dia itu ketua PD IPM Karawang.” Ucap ayahku sembari menjelaskan.
       Keesokan harinya, tepat pukul 13.30, aku sampai ditempat tersebut. Aku telat setengah jam, namun mas Cecep bisa memaklumiku yang pertama kali ikut acara tersebut. Hari pertama disana, kami disuruh santai-santai terlebih dahulu, dan pada malam hari kami mendapatkan materi berupa tata cara sholat, namun sang pemateri tidak datang.
         Keesokan harinya, tepat setelah sholat shubuh, kami dikumpulkan di musholla atas perintah ketua panitia untuk membentuk kelompok yang terdiri atas 7 orang satu kelompok. Awal mulanya aku dikelompokkan dengan 6 orang anggota bocah SD. Aku senang, aku yakin bisa menjadi ketua kelompok, namun yang terjadi adalah sebaliknya. Aku dipindah ke kelompok lain! Menyebalkan!!
      Apa boleh buat, semua sudah terjadi dan aku tidak bisa melakukan apa-apa. Perkenalan anggota kelompok pun dimulai satu per satu. Awalnya aku tidak memperhatikan, namun ketika tiba giliran perkenalanku, akupun memperkenalkan diri dengan bangga dan mengatakan kalau aku bersekolah di Muallimin yang terletak di Jogjakarta. Seketika, seorang gadis memotong pembicaraanku.
“Kamu Mansur ya? Dari Muallimin?” Gadis itu bertanya.
“Iya, saya dari Muallimin Jogja.” Ucapku dengan sopan.
“Wah, sekolahmu jadi bahan pembicaraan lho di sekolahku.” Ucap gadis itu.
Aku hanya tersenyum sambil manggut-manggut.
“Perkenalkan, nama saya Fitria, saya mondok di Darul Arqom Garut. Kebetulan saya tinggal disini.” Ucapnya memperkenalkan diri.
“Darul Arqom Muhammadiyah?” Tanyaku penasaran.
“Iyalah, Darul Arqom manalagi?” Jawabnya sambil tersenyum dan tertawa renyah.
Deg!! Seketika senyumnya membuatku kaku dan terdiam.
               Entah apa yang membuatku menyukainya pada pandangan pertama melihatnya....mungkin dia cantik??? Jujur,dia memang cantik dan bisa dibilang cara berpakaiannya sangat tertutup dan berbeda dari perempuan lain yang mengenakan pakaian ketat. Terutama saat perempuan memakai celana panjang yang ketat. Jujur, menurutku itu sangat menjijikan, namun Fitria berbeda dari yang lain. Dia selalu mengenakan rok setiap acara berlangsung. Tepat setelah perkenalan anggota, kami menunjuknya sebagai ketua kelompok. Jam 05.30 kami kembali ke kamar untuk beristirahat.
               Jam 08.00 kami kembali ke musholla untuk mengikuti materi, yakni materi ke-Aisyahan dan ke-Muhammadiyahan. Aku pun sempat berdebat dengan salah satu pemateri dan berhasil membuatnya diam. Setelah materi selesai, kami diperintahkan untuk berkumpul sesuai dengan kelompok masing-masing. Tiba-tiba Fitria bertanya padaku.
“Kamu di sekolah rangking berapa kemarin?”
“Oh.....rangking sepuluh. Hahaha.” Jawabku malu.
“Gapapa, daripada gak dapet sepuluh besar.” Ucapnya sembari tersenyum.
“Eh, aku mau tanya.” Ucap Fitria.
“Tanya apa?” Ucapku. 
“Muallimin sama Muallimat itu dipisah?”
“Iya.”
“Kira-kira jarak Muallimin-Muallimat itu berapa?”
“Kira-kira 1 Km.”
“Kamu kalo mau ketemu sama anak Muallimat gimana?”
“Ngapain? Gak ada perlu kok.”
“Oh...emangnya kamu gak bosen apa liatnya cowok terus?” Tanyanya lagi.
“Udah biasa kok.” Jawabku sambil tersenyum.
“Oh gitu.....”
Ya udah, ayo kita bahas lombanya....menurut kamu bagusnya ini gimana?” Tanya Fitria.

                      Itulah salah satu percakapanku dengan Fitria. Dia selalu menanyakan padaku tentang pendapatnya, apakah ini bagus, apakah ini jelek, semua dia tanyakan. Mungkin ini adalah salah satu hikmah mengapa aku pindah kelompok, mungkin ini takdir Allah? Kalau diibaratkan, aku seperti orang yang mencari berlian di dalam sungai yang kotor. Berlian tersebut bisa saja mencelakaiku apabila aku menginjaknya. Tetapi, apabila berlian itu dihargai, maka harganya akan sangat mahal. Oke, kembali ke topik lomba. Malam ini akan ada lomba menggambar tepat setelah sholat isya yang nanti akan di gabung dengan sholat tarawih.
           Tepat setelah tarawih, kami berkumpul dan diberi satu kertas A4 dan beberapa pensil warna oleh panitia.
“Keytsar, menurutmu yang dijadikan untuk bingkai bagusnya bunga atau Doraemon?” Tanya Fitria.
“Hm.....Doraemon aja, biar unik dan belum pernah ada sebelumnya.” Jawabku meyakinkan.
       Setelah itu, kami diberi tugas masing-masing oleh Fitria. Aku mendapatkan tugas menggambar Doraemon yang akan dijadikan bingkai. Seketika aku tersentak dan bingung.
“Eh......tapi aku gak bisa gambar.” Ucapku pada Fitria.
“Gapapa, coba dulu aja.” Ucapnya menyemangatiku     
             Akhirnya, aku pun mencoba. Namun aku selalu salah dalam penggambarannya. Sekali gambar, hapus, gambar lagi, hapus lagi dan seterusnya. Fitria tertawa melihatku.
“Kamu lucu deh cara gambarnya. Sini, aku ajarin.” Ucapnya sembari mengajariku, namun sama saja. Gambarku memang jelek dan aku menyadari kekuranganku.
“Ya udah, kamu gak usah gambar. Mending kamu kasih kita ide atau apa, karena kalau kulihat selera penilaianmu terhadap gambar ini bagus juga sih....” Akhirnya, Fitria berkata seperti itu.
                  Lomba menggambar akhirnya berakhir. Tepat pukul 21.30 dan kami masih diperbolehkan untuk mengobrol terlebih dahulu selama 15 menit. Ada satu kejadian sebelum tidur yang membuatku iri sekaligus terkesan di dalam hati. Seorang anak bernama Rangga(nama samaran), dia berani pegang-pegang tangan Fitria!! Seketika, aku ingin mengingatkannya soal perkara tersebut. Tetapi, Fitria marah seketika dan berbicara atau lebih tepatnya marah pada Rannga menggunakan bahasa sunda yang artinya “Laki-laki itu tidak boleh memegang tangan cewek yang bukan mahramnya!!!” Aku salut pada Fitria, namun setelah kejadian itu, Fitria menjadi ngambek dan kelompok kami menjadi garing. Beberapa berbicara dengan teman satu daerahnya dengan berbisik-bisik. Sementara kulihat Rangga hanya senyum senyum tanpa ada perasaan bersalah. Aku hanya terdiam karena temanku di kelompok ini hanya Fitria, dan kulihat dia sekarang sedang memasang wajah cemberut. Akhirnya, kami kembali ke kamar masing-masing tepat pukul 22.00 untuk istirahat.
          Keesokan harinya setelah shubuh, aku melihat Fitria sudah kembali bahagia seperti semula dan mulai ngobrol dengan yang lainnya, dan dia kembali terlihat cantik. Setelah mengaji, kami kembali ke kamar untuk beristirahat sampai jam 07.30 nanti. Tepat jam 8 materi dimulai dan dimana Rangga? Aku dengar desas-desusnya, kalau dia kabur tadi malam!! Hahaha, seketika aku bahagia.
          Jam 08.00 tepat, materi dimulai dan berakhir jam 09.00 dan kami diberi pengarahan untuk lomba selanjutnya, yakni lomba bersih-bersih! Tepat sebelum lomba, kami berkumpul kelompok. Fitria bertanya padaku.
“Kamu dirumah bangun jam berapa kalo bulan puasa?”
“Ya......paling jam 11-an lah baru bangun, tapi aku sahur dulu lah.” Jawabku agak malu namun meyakinkan
“Oh ya? Sama dong kaya aku, aku juga jam 11-an baru bangun. Hahaha, kita sama ya.....” Ucapnya 
“Hehehe, biasa anak pondok kaya kita ini kan kalo di rumah seolah pelampiasan, tapi jangan lupa tanggung jawab.
   Fitria hanya tersenyum dan manggut-manggut. Dia bertanya lagi.
“Di rumah ngapain aja? Punya adek? Pasti sering berantem?”
“Ya dirumah seperti biasalah, nonton TV, bantu orangtua. Aku punya adek, meskipun kadang-kadang berantem. Kaya kamu sama adekmulah...” Jawabku sambil tertawa.
            Entah ini cuma perasaanku atau fakta. Pada saat kami berbicara, seluruh anggota kelompok memperhatikan apa yang kami bicarakan!! Seolah dunia ini hanya milik kami berdua. Lomba bersih-bersih dimulai. Aku mendapatkan tugas membersihkan toilet. Lomba selesai menjelang dzuhur. Kami pun persiapan sholat dan menghentikan segala aktivitas. Setelah sholat, kami diberi waktu bebas sampai maghrib, tetapi aku lebih memilih istirahat di kamar. Sore harinya, aku berjalan ke kamar mandi dan aku berpapasan dengan Fitria yang baru saja mandi. Dia menunduk malu dan tersenyum melihatku. Sebenarnya, tanpa sepengetahuannya aku sering memperhatikannya diam-diam.
                   Pukul 20.30 ternyata masih ada materi terakhir, dan yang mengisi bernama pak Ade Rusdana. Sebenarnya, beliau itu pemateri yang seru, namun karena beliau menggunakan bahasa sunda, aku lebih memilih diam. Pukul 21.45 materi selesai dan aku pun memberanikan diri untuk mengobrol dengan pak Ade, dan beliau tertawa karena aku tidak paham bahasa sunda. Akupun mengatakan kalau aku bersekolah di Muallimin Jogja, seketika beliau tersentak dan mengatakan kalau beliau pernah ke Muallimin untuk mengurus sesuatu. Kami mengobrol hingga larut malam sekitar jam 12. Beliau pamit ingin kembali ke kamarnya, karena beliau ikut menginap disini. Aku melihat Fitria masih membantu panitia untuk mengurusi hadiah para juara besok. Entah dia bisa bangun sahur atau tidak.
              Keesokan harinya, kami diperintahkan untuk membereskan barang pribadi. Penutupan akan dimulai pukul 13.00 dan aku merasa sedih!! Aku akan berpisah dengan Fitria dan mungkin tidak akan pernah bertemu dengannya lagi. Tetapi satu hal yang membuatku bahagia, aku dan Fitria adalah peserta terbaik! Dari peserta laki-laki, akulah peserta terbaiknya. Sementara dari peserta perempuan, Fitria lah peserta terbaiknya. Masing-masing dari kami diberi hadiah berupa bingkisan besar, lalu kami foto bersama ketua PD IPM Karawang dan ketua PDM Karawang. Bagaimana dengan Fitria? Tepat setelah ambil foto bersama, aku langsung pulang karena sudah dijemput. Bahkan, aku tak sempat meminta nomor teleponnya atau meminta nama facebooknya.
(THE END)


                                                       CERITA BONUS

Gadis Itu Bernama Fitria

             Aku lupa menceritakan bagian akhir, dimana kelompokku juara umum ke-2.
       Tepat sebelum penutupan, kelompokku menjadi juara umum ke-2 karena banyak lomba yang kami menangkan. Kelompok kami mendapatkan 1 dus besar yang berisi permen, chiki, snack, dan minuman. Spontan melihat chiki, aku berkata pada yang lain.

“Ada yang mau snackku?” Ucapku.
“Kamu gak mau?” Tanya Fitria.
“Enggak, nanti batuk.” Jawabku.
“Iya juga ya....ya udah, aku juga gak mau kok. Kata bapakku nanti bikin batuk.” Kata Fitria.

         Entah, aku merasa kalau dia selalu mengikuti perbuatan yang kulakukan tentang apapun itu. Aku kaget pada saat penutupan, dialah yang membaca kalam Ilahi. Suaranya mirip Wirda Salamah Ulya yang merupakan anak sulung dari Ustadz Yusuf Mansur. Pada saat terakhir, aku tak sempat mengucapkan salam perpisahan padanya atau sekedar memberi ucapan ‘salam’. Itulah hal yang paling kusesali dari dulu sejak pertama kali bertemu dengannya hingga sekarang. Akupun tidak pernah bertemu dengannya lagi, namun selama 2 tahun terakhir, aku selalu mencarinya melalui Facebook maupun Instagram. Alhasil, yang aku peroleh adalah sia-sia.
(THE END)

You Might Also Like

0 comments: