Pernahkah Merasa Rindu Seberat ini?

22.42 Panitia TBZ 0 Comments



Oleh : Ariq Ahnafalah Syakban

" Allah SWT berfirman :


مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلٰى 

"Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak (pula) membencimu,"

(QS. Ad-Duha 93: Ayat 3) "

   Ada kisah menarik dibalik turunnya Q.S Ad-Dhuha. Semoga dari kisah ini kita bisa lebih bersyukur dan introspeksi diri.
   Pernah suatu ketika Rasulullah merasa rindu akan datangnya wahyu. Bayangkan! Di awal kenabian beliau, Muhammad sangat sering menerima wahyu. Tak jauh jarak antara datangnya satu ayat dengan ayat yang lain.
   Namun waktu itu, wahyu tidak turun selama 6 bulan. Tak terbayang apa yang Muhammad rasakan, tapi itulah yang menjadi kenyataan.
   Dalam keadaan seperti itu, justru Rasulullah melakukan banyak amalan untuk mendekatkan diri pada ilahi. Rasa gelisah, diperparah dengan isu yang disebar para Quraish Makkah.
   "Muhammad telah ditinggal oleh tuhannya" kata mereka mulai memanasi. Rasul pun benar-benar takut bila itu terjadi. Beliau gelisah karena kerinduan akan datangnya wahyu dari sang pencipta.
   6 bulan bukan waktu yang singkat. Rasa rindu yang terpendam semakin meningkat. Memang benar rindu itu berat, tapi bukan rindu akan maksiat.
   Disaat rasa rindu itu tak terbendung lagi. Dikala rasa takut dan perasangka tak nyaman mulai menguasai, wahyu datang menentramkan hati.

وَالضُّحٰى
"Demi waktu duha (ketika matahari naik sepenggalah),"

   Di ayat pertamanya. Allah, Zat yang namanya disebut dalam sumpah, justru Allah yang bersumpah diayat ini. Bersumpah demi waktu dimana matahari menyinari dengan sepenuh hati. Waktu ketika manusia merasakan suka cita. Waktu ketika orang merasa senang dan bahagia.

وَالَّيْلِ اِذَا سَجٰى 
"dan demi malam apabila telah sunyi,"

   Dan di ayat keduanya, Allah kembali bersumpah. Bersumpah demi waktu malam yang sunyi. Waktu dimana manusia tak dapat melihat apa-apa. Waktu dimana ia merasa hidup sengsara. Waktu yang membuat hati berduka.
   Diwaktu yang 6 bulan lamanya sang Rasul merasakan rindu yang amat hebat gejolaknya, Allah meredam gejolak itu dengan sumpah-Nya demi waktu ketika suka dan ketika duka.

مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلى
وَلَـلْاٰخِرَةُ خَيْرٌ لَّكَ مِنَ الْاُوْلٰى
"Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak (pula) membencimu,"
"dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan."

   Dan diayat selanjutnya, Allah menekankan bahwa dirinya takpernah lupa dengan hamba-Nya. Dan sang kuasa mengisyaratkan bahwa ia takkan pernah membenci manusia selama tak lupa dengan kehidupan akhiratnya. Dari sini kita belajar, bahwa sang nabi saja yang dijamin surganya, amat rindu akan perhatian sang maha kuasa. Tapi bagaimana dengan kita?
   Kita, sebagai umat nabi, pernahkah merasa rindu yang sedemikian beratnya? Rindu akan hal yang sebenarnya itulah bentuk perhatian Allah kepada kita. Pernahkah kita merasakannya?
   Saudaraku.. mari kita bersama sama bermuhasabah diri. Jikalau kita jarang merasa diuji, kita introspeksi diri. Apakah Allah telah membenci kita? Namun bila kita sering diuji, percayalah semakin tinggi suatu pohon akan semakin besar angin yang menerpa. Jangan pernah merasa puas dengan apa yang telah kita lakukan!
   Dan didalam kerinduan itu, Allah juga menurunkan Surat ke 94-Nya. Surat yang mengakarkan kita akan kesabaran. Ayat yang disana Allah amat menekankan bahwa dalam setiap ujian, Allah pasti memberi jalan keluar.

فَاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا 
"Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan,"

   Dan dari ayat inilah rasulullah semakin bersabar dalam setiap ujiannya. Ia selalu percaya, mau sebesar apapun ujian yang Allah turunkan, pasti ada jalan keluarnya.
   Bahkan, ketika Rasul diusir dari Makkah, lalu pergi ke Thaif dan beliau dilempari disana. Beliau disiksa disana. Beliau terluka walau dilindungi oleh Zaid bin Tsabit yang terluka tak kalah parahnya. Tapi apa yang Rasulullah katakan ketika Jibril datang dan menawarkan
   "Wahai Rasulullah, angkatlah tanganmu dan pintakan pada rabbmu, akan ku hentakkan bumi Taif menghimpit mereka yang menyiksamu."
   Tapi apa jawab Rasulullah? Apakah dia mengiyakan. Apakah sang Rasul langsung menepati permintaan Jibril? Tidak! Sungguh kata yang sangat menarik keluar dari lisan yang mulia.
   "Jangan wahai jibril!" Kata yang mungkin takkan terucap bila kita berada diposisi beliau. Bahkan tak hanya terhenti sampai disitu. Karena tingkatan iman sang Rasul yang sangat luarbiasa, beliau melanjutkan perkataannya dengan mantap dan yakin.
   "Ya Allah, saya rela kepada siapa lagi engkau akan titipkan saya. Apakah ditempat yang masih jauh dan mereka akan menyakiti saya. Atau tempat yang dekat dan mereka akan menyiksa saya. Saya ridha ya Allah... asalkan engkau tidak murka kepada saya."
   Itulah ucapan mulia yang terucap dari lisan sang Rasul yang umatnya tersebar diseluruh penjuru dunia. Lalu pertanyaannya, pernahkah kita merasakan hal yang sama ketika Allah tak menguji kita? Ataukah justru kita merasa lebih sejahtera ketika Allah tak menurunkan cobaan bagi diri kita.
   Mari introspeksi diri!

You Might Also Like

0 comments: