Peduli dengan Cara yang Lebih Bersahaja
By :
Xiauqi
Perang dunia 1, peristiwa penting
sekaligus salah satu yang paling mengerikan dalam sejarah manusia, peristiwa
besar yang hampir merubah dataran Eropa menjadi neraka. Perkembangan teknologi
persenjataan menyebabkan persaingan sengit antar bangsa, banyak negara
membangun relasi diplomatik bersama negara lain demi membangun jaringan politik
dan militer, serta timbul paham ultra-nasionalisme yang berujung pada warga
negara cinta buta terhadap bangsanya, serta timbul rasa bahwa bangsa lain tidak
lebih baik dari bangsanya. Hal demikian menjadikan bara dalam sekam di tengah
negara-negara Eropa. Waktu berjalalan, angin bertiup kencang, bara mulai memercikkan
api kepada sekam yang menyelimutinya.
Bermula dari pembunuhan pewaris tahta
kekaisaran Austria-Hungaria (Archduke Franz) Ferdinand oleh seorang
Serbia-Bosnia (Gabrilo Princip). Pembunuhan ini menimbulkan kegaduhan dan
berakhir dengan pengumuman perang oleh Austria-Hungaria kepada Serbia.
Autstria-Hungaria mengajak Bulgaria, Kekaisaran Jerman, dan Kesultanan Turki
Utsmani sebagai sekutu, sedangkan Serbia membentuk sekutu bersama dengan Belgia,
Prancis, Inggris, Portugal, dan Rusia. Perang yang berkecamuk di tengah peradaban
Eropa yang sedang mengalami kemajuan dalam waktu sekejap merubah benua biru itu
menjadi setengah neraka yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Perang yang berlangsung selama
kurang lebih 4 tahun ini menyebabkan kematian jutaan warga sipil dan tentara.
Tercatat perang dunia 1 menyumbang 8 juta kematian, dan 21 juta orang mengalami
luka luka.
Bagi bangsa Eropa, hari natal
menjadi waktu yang spesial, waktu untuk menikmati kehangatan bersama keluarga.
Pohon natal, kalkun panggang, saling bertukar kado lekat dengan momen natal.
Namun ada peristiwa menarik di malam natal saat perang dunia 1 sedang
panas-panasnya, peristiwa itu dikenal dengan “Christimas Truce”. Mungkin
sebagian pembaca sudah pernah tau atau mungkin lebih tau tentang peristiwa ini.
Gencatan senjata pada malam natal
tahun 1914 antara tentara Inggris dan tentara Jerman di atas tanah tak bertuan.
Malam itu tentara Jerman menyanyikan lagu natal dari dalam parit-parit di garis
depan pertempuran. Lalu lama para tentara Inggris membalasnya dengan menyanyikan
lagu yang sama dalam bahasa Inggris. Besok harinya, kedua kubu berdamai dan
melakukan gencatan senjata tanpa perintah. Mereka keluar dari parit kemudian
bertemu dan saling berjabat tangan sembari mengucapkan selamat natal dalam
bahasa masing masing. Seketika tanah tak bertuan yang sebelumnya sebagai
wilayah yang mematikan, menjadi wilayah yang damai dan aman. Mereka saling
bertukar kado hari itu, kado mereka bukan kado spesial yang biasa ditemui di
hari natal, namun sekedar sosis, rokok, coklat, hingga alkohol. Mereka
melanjutkan gencatan senjata itu dengan bermain sepak bola bersama, bahkan ada
seorang tentara Inggris yang membuka salon gratis dan mempromosikannya di
tengah gencatan senjata itu, karena sebelumnya dia memang seorang tukang cukur,
mereka juga berfoto bersama. Digambarkan saat itu keadaannya sangat damai dan
tenteram. Lalu para komandan menyerukan bahwa mereka datang bukan untuk
berdamai, namun untuk berperang dan memenangkan pertempuran.
Setelah peristiwa itu, tidak ada
lagi kabar gencatan senjata saat natal sepanjang perang dunia 1. Pihak Inggris
maupun Jerman menggangap hal tersebut merupakan pengkhianatan terhadap negara.
Pembaca bisa mengambil pelajaran dari secuil kisah ini.
Penulis menulis kisah ini hanya
karena ingin berbagi cerita saja karena belakangan penulis sudah jarang
“berkarya”, dengan tulisan ini penulis tidak ada niatan sama sekali untuk
memeriahkan natal apalagi merayakannya. Mau bagaimanapun juga, sekedar
mengucapkan “selamat natal” bagi yang merayakannya saja hukumnya haram, apalagi
ikut merayakannya.
Penulis teringat sesosok Ustadz
kami, beliau dikenal tegas dan tidak kompromi sama sekali masalah Aqidah, ucapan
“selamat natal” adalah haram hukumnya, sekali haram tetap haram, tidak ada
celah untuk kompromi masalah ini. Beliau selalu bersemangat dan tidak bosan bosannya mengajarkan kepada
kami bagaimana menjadi orang yang memahami Aqidah Islam dengan baik dan benar
serta tegas dalam masalah-masalah Aqidah. Beliau rela mengisi 2 jam pelajaran
di tengah siang yang panas terik demi anak anak didiknya berada dijalan yang
benar dan jauh dari kekufuran, kesyirikan, kesesatan dan sebagainya. Penulis
ingat perkataan beliau “Saya nggak ridho, kalau kalian lulus dari Muallimin,
jadi liberal!”. Kalimat itu selalu kami ingat dan mungkin akan terus melekat di
dalam ingatan. Namun beliau juga mengajarkan kepada kami bagaimana sepatutnya
seorang muslim dalam menyikapi perbedaan agama di tengah-tengah masyarakat.
Bagi kami posisi beliau tidak tergantikan.
Ada
statemen beliau tentang hari natal, disampaikan tepat hari Rabu tanggal 25
Desember 2019 setelah makan siang jam pelajaran ke 7-8 di ruang kelas gedung B
lantai 1 ruang 3 (disamping kelas aquarium). Beliau berpesan kepada kami bahwa
ada 5 golongan orang muslim ketika natal
1. Mereka mengucapkan
“selamat natal” bagi yang merayakannya dan ikut serta pula dalam perayaan
natal, biasanya ini adalah orang liberal, sekuler, atau sekedar ikut –ikutan
tanpa didasari pengetahuan. Mereka ini jauh dari prinsip-prinsip keislaman.
2. Mereka mengucapkan
“selamat natal” bagi yang merayakannya, namun mereka tidak ikut merayakan
natal, biasanya ini adalah para pejabat negara karena mereka menggangap bahwa
sah sah saja mengucapkan hal tersebut karena posisinya sebagai pejabat negara
karena pejabat negara adalah milik bersama bukan milik sekelompok agama saja.
3. Mereka tidak mengucapkan
“selamat natal” dan tidak peduli dengan orang lain yang mengucapkan “selamat
natal”, biasanya ini adalah orang orang yang acuh tak acuh terhadap agama.
4. Mereka tidak mengucapkan
“selamat natal”, tidak merayakannya, mengajak orang agar tidak mengucapkan selamat
natal dan merayakan natal, namun tidak mengganggu perayaan hari natal,
seharusnya ini yang dilakukan oleh umat Islam.
5. Mereka tidak mengucapkan
“selamat natal”, tidak merayakannya, bahkan mengganggu perayaan hari natal,
dengan mengebom gereja contohnya, biasanya ini yang dilakukan oleh para teroris
yang berlabel Islam, namun perbuatannya jauh dari nilai-nilai keislaman.
By : Al-Mukarrom Ustadz Zaini Munir
Sedikit dari penulis, semoga
bermanfaat, bilamana pembaca punya topik menarik untuk dibahas, pc saja,
hahaha. Terimakasih sudah membaca sampai selesai.