Muhasabah Yuk! #1

07.50 Panitia TBZ 0 Comments



 Oleh : Gading Adian Kun Saidan (adadinusa)

    Kala itu saya hendak merenung. Saya bebaringan di jaring kuat yang terikat di kedua sudut pagar lantai tiga di asrama saya. Entah mengapa, hati kecil saya menarik saya untuk intropeksi dan memahami diri.
   Saya sadar, bahwasanya saya harus belajar. Belajar dari banyak hal. Kemudian mata saya mulai berekreasi memandang alam sekitar. Yang pertama saya perhatikan kala itu adalah pagar besi di depan saya. Saya hendak mengambil pelajaran dari pagar itu.
   Saya pandang lekat pagar itu, untuk kemudian saya belajar dari pagar, bahwa pagar itu seperti halnya amal, sedangkan tembok tempat pagar itu tertanam tangannya, adalah iman.
   Pagar besi itu dibuat berongga, maksudnya agar beratnya tidak terlalu over sehingga membuatnya jatuh. Temboknya atau iman kita sebagai penopang amal kita, boleh saja meretak dimakan usia. Tapi kita pun berhak untuk menambalnya sehingga kembali kuat.
   Lalu, saya memandang lampu yang baru saja dinyalakan teman saya. Ah, ikhlas sekali lampu itu. Membantu kami melihat dan membaca. Tapi ia tak menghiraukan cacian yang ditusukkan kepada dirinya. Pujian sekalipun. Ia hanya terus menerus mengerjakan tugasnya tanpa pamrih. Ingin rasanya, menjadi pribadi seperti lampu.
   Lantas saya pandang langit. Harapan yang pupus. Bebintangan yang beberapa hari lalu saya lihat, kini hilang rimbanya. Egoisme. Manusia. Beberapa oknum yang merusak alam tapi tak ingin disalahkan.
Kelak para ego itu baru akan tersadar di akhir. Ketika alam adalah sumbernya. Ketika kesadaran itu muncul. Tentang uang, dan kekayaan, yang tidak bisa dimakan.

You Might Also Like

0 comments: