Lisan Yang Mematikan

09.21 Panitia TBZ 0 Comments


Oleh : Ariq Ahnafalah Syakban

   Tak salah ketika orang mengatakan mulutmu adalah harimaumu! Karena mulut kita memang terkadang lupa kita jaga.
   Setiap yang ada pada diri manusia, pasti bermuka dua. Bisa mendatangkan kebaikan, kadang juga mendatangkan kemudharatan.
   Imam As-Suyuthi pernah mengatakan, "Kemaluan dan mata, Allah kancing dengan sepasang anggota badan saja. Kemaluan dengan kaki, mata dangan kelopak."
   "Namun lisan" terusnya. "Allah kunci dengan segel ganda. Sepasang bibir sekaligus sepasang deretan gigi diatas gusi."
   Sayyidina ibn Mas'ud pernah menyampaikan pada para tabi'in muridnya." Betapa banyak ucapan yang kalian anggap biasa, padahal dulu dimasa Rasulullah kami menganggapnya sebagai pembinasa."
   Pernah terlontar ucapan dari mulit Abu Dzar Al-Ghifari ketika memanggil sang mu'adzin kesayangan Rasulullah dalam keadaan jengkel. "Hai anak budak hitam!"
   Maka sang Nabi menunjuk wajah Abu Dzar seraya berkata, "Engkau... didalam dirimu masih tertanam sifat jahiliyah!"
   Maka sahabat yang terlepas ucapannya itu merebahkan badannya, "Wahai Bilal... kemarilah injak kepalaku, injak wajahku... agar menjadi penebus dosaku padamu disisi tuhanmu."
   Namun sang kekasih Rasulullah itu hanya tersenyum dan berkata, "Aku menjadikannya simpanan kebaikan disisi Allah."
   Sungguh luarbiasa kisah para kekasih dimasanya. Kehati-hatian dalam bersikap dan berbicara mereka jaga dengan sebaik-baiknya. Tak pernah mereka meremehkan adzab yang ada dihadapannya. Tak melihat entah itu memang nyata, tapi itu telah membuat hati terluka.
   Namun amat jauh dari kenyataan kita sekarang. Banyak diantara kita yang membiarkan ucapan melayang tanpa terbayang. Tak sedikit diantara kita mulai menggila. Mereka meminum racun tapi berharap orang lain yang terkena getahnya. Entah apa yang ada dibenak mereka.
   Terkadang kita lupa, ucapan adalah do'a. Ketika kita berkata yang tak tertata, bisa jadi itulah yang Allah jadikan untuk diri kita. Kita tak pernah berfikir sampai kesana, tapi itu yang dilakukan para pendahulu kita.
   Wahai para insan Tuhan yang Mulia! Jagalah lisan kita. Kita ada untuk berbakti pada-Nya. Lisan kita, Allah jadikan sebagai ujian bagi hambanya. Jadikan lisan sebagai alat pengingat dan penghubung antara kita pada Dzat yang Mulia.
   Jangan sekali-kali kita hujat orang yang tak tau menau akan apa yang mereka salahi. Menghakimi orang yang tak sehati. Padahal belum tentu apa yang kita lakukan lebih diridhai disisi Ilahi.
   Coba kita renungkan sebuah kisah. Dikala itu, ada seorang pemuda mendatangi sang Syaikh guru besarnya. Dihadapannya, ia bertanya. "Wahai Syaikh... Manakah yang lebih baik, seorang muslim yang banyak ibadahnya tetapi akhlaknya buruk ataukah seorang yang tak beribadah tapi amat baik perangainya pada sesama?"
   "Subhanallah, keduanya baik." Ujar sang Syaikh.
   "Mengapa bisa begitu?"
   "Karena orang yang tekun beribadah itu boleh jadi kelak akan dibimbing Allah untuk berakhlaq mulia karena ibadahnya. Dan karena orang yang baik perilakunya itu boleh jadi kelak akan dibimbing Allah untuk taat kepada-Nya."
   "Jadi siapa yang lebih buruk" tanya sipemuda.
   Air mata mulai mengalir dipipi sang Syaikh seraya ia berkata. "Kita anakku! Kitalah yang layak disebut buruk sebab kita gemar sekali menghabiskan waktu untuk menilai orang lain dan melupakan diri sendiri." Sambari mengusap air matanya ia melanjutkan perkataannya, "Padahal kita akan dihadapkan pada Allah dan akan ditanyai tentang diri kita, bukan tentang orang lain."

You Might Also Like

0 comments: